Selasa, 20 September 2016

Ilmu Sosial dan Budaya Bab 5

A.     Pendahuluan
“Nilai manusia terletak pada kepribadiannya, bukan pada pangkat, jabatan, gelar, kekayaan, kecantikan maupun ketampanannya.” Hakikatnya manusia adalah makhluk moral. Setiap anak manusia dilahirkan dalam keadaan non sosial dan non personal. Untuk menjadi makhluk sosial yang memiliki kepribadian baik serta bermoral tidak secara otomatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan.  Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani (Slamet Sutrisno,1983,26)
Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk menjadikan manusia berbudaya. Budaya dalam pengertian yang sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, yang dimulai dari cara berpikir,bertingkah laku sampai produk-produk berpikir manusia yang berwujud dalam bentuk benda (materil) maupun dalam bentuk sistem nilai (in- materil).
Pergaulan antar umat di dunia yang semakin intensif akan melahirkan budaya-budaya baru, baik berupa pencampuran budaya, penerimaan budaya oleh salah satu pihak atau keduanya, dominasi budaya, atau munculnya budaya baru. Keseluruhan proses ini tentu saja dipengaruhi oleh proses pendidikan di masyarakat.
Masalah manusia, moralitas, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Dewasa ini masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai,moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, dan perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukankepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan.
Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial. Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang (cultural background of personality)
B.  Nilai Moral sebagai Sumber Budaya dan Kebudayaan
1.    Nilai dan Sistem Nilai Budaya
Manusia tidak akan terlepas dari nilai kebaikan, nilai keindahan, dan nilai keagamaan. Nilai, norma dan moral berfungsi memberi moitvasi dan arahan bagi seluruh anggota masyarakat dalam bersikap atau bertingkah laku. Nilai (value)  berasal dari kata valere yang berarti kuat, baik, berharga (Bambang Daroeso,1983,26).
Sesuatu yang bernilai, artinya sesuatu itu berharga, berguna dan indah yang memperkaya batin. Nilai bersumber pada budi pekerti, maka nilai adalah salah satu wujud kebudayaan yang abstrak. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dipikiran masyarakat yang dianggap baik, oleh karena itu, suatu sistem budaya dijadikan pedoman pedoman tertinggi bagi masyarakat. Sistem tata kelakuan yang sifatnya lebih konkret seperti hukum dan norma lain, semua bersumber pada nilai budaya (koentjaraningrat,1994,25).
Setiap masyarakat atau bangsa memiliki sistem nilai budaya sendiri yang akan membentuk kepribadian bangsa, dan pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia yang bersifat unik, khas dan khusus. Falsafah hidup serta kepribadian bangsa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah bangsa dan kebudayaan Indonesia. Falsafah mengandung unsur norma dan etika yang ada pada ungkapan, pepatah, tradisi, nasehat orang tua, dsb. Sifat atau karakter bangsa indonesia yang merupakan manifestasi dari falsafah bangsa, antara lain :
·         Sifat dekat dengan Tuhan
·         Sifat berpegang teguh pada pribadi bangsa
·         Sifat mementingkan unsur jiwa rasa
·         Sifat mementingkan unsur immaterial
·         Sifat artistik
·         Sifat prasojo(bersahaja)(YP2 LMP ,1984,186)
C.  Norma, Etika, dan Moral
1.    Pengertian dan Proses Terbentuknya Norma
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam keberlangsungan hidup atau usahanya memenuhi kebutuhan guna mencapai kesejahteraan. Agar dalam usaha memenuhi kebutuhan berjalan teratur, maka diperlukan adanya aturan. Dengan menciptakan norma yang dijadikan pedoman hidup untuk mengatur interaksi sosial antara orang per orang dalam masyarakat. Setelah membuat kesepakatan terlebih dahulu tentang apa yang telah dilakukan, apa yang sebaiknya dilakukan, dan apa yang tidak boleh dilakukan terhadap orang lain, norma tersebut harus dipatuhi oleh segenap warga masyarakat agar tercipta kehidupan yang harmonis dan sejahtera.
A.  Pengertian Norma sesuai dengan fungsinya yang lain :
·      Suatu perangkat agar hubungan di dalam suatu masyarakat dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan (Soerjono Soekanto).
·      Sesuatu yang menata tindakan manusia dalam membawakan peranan sosialnya dalam pengetahuan sistem budaya (Koentjaraningrat).
·      Kata norma berasal dari dunia pertukangan: alat yang digunakan tukang batu atau kayu untuk mengerjakan sebuah bangunan.
·      Norma adalah pengatur dan pengendali sikap, tingkah laku seluruh anggota masyarakat agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
·      Norma berarti ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia.
Sikap adalah keadaan psikologis yang dapat menimbulkan tingkah laku tertentu dalam situasi tertentu. Dapat dipelajari dan dibentuk lewat pengalaman-pengalaman, pendidikan serta pengaruh lingkungan pergaulan.
B.  Ciri-ciri Norma Sosial
1.    Tertulis dan atau tidak tertulis.
2.    Berisi perintah dan larangan
3.    Sebagai wujud, gerak dinamis masyarakat.
4.    Kebenaran norma yang satu dengan lainnya saling terkait.
5.    Pelaksanaan norma bersifat timbal balik.
6.    Bersifat mengatur, melindungi, umum, dan memaksa.
C.  Fungsi Norma sosial:
1.    Penuntun atau pedoman bagi manusia dalam melaksanakan interaksi sosial.
2.    Sebagai pengikat dan pengendali sosial (kontrol sosial) dalam hidup bermasyarakat.
3.    Mengatur manusia agar dapat menjalankan peranannya baik dalam hidup dengan sesamanya maupun terhadap tuhannya.
Norma sosial berfungsi dengan baik apabila,
1.    Norma harus diketahui, dipahami dan dimengerti oleh seluruh anggota masyarakat.
2.    Norma harus dihargai oleh seluruh anggota masyarakat karena membawa manfaat bagi seluruh anggota masyarakat.
3.    Norma harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat.
D.  Jenis-jenis Norma Dalam Kehidupan Masyarakat.
Atas dasar kekuatan sangsi yang digunakan, norma-norma sosial dibedakan menjadi:
1.    Norma Agama
     Nilai-nilai yang berisi perintah dan larangan, bersumber dari ajaran agama bersifat absolut karena berasal dari tuhan. Pelanggarnya dikenai sanksi yang dirasakan didunia namun pada umumnya dilakukan di akhirat nanti.
2.    Norma Kesusilaan
     Aturan hidup yang bersumber dari suara hati manusia tentang perbuatan baik atau buruk. Sanksi terhadap pelanggarnya bukan hanya diejek tetapi diisolasi bahkan dicemooh.
3.    Norma Kesopanan
     Aturan hidup bermasyakat yang landasannya berupa kepatutan, kepantasan serta kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Sanksi terhadap pelanggarnya berupa ejekan, digunjing banyak orang dan lain-lain.
4.    Norma Hukum
     Serangkaian aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara yang berwenang. Sanksi terhadap pelanggarnya berupa hukuman mati, penjara maupun denda.
5.    Norma Kelaziman
     Tindakan manusia yang mengikuti kebiasaan, umumnya dilakukan tanpa pikir panjang karena dianggap baik, patut dan sesuai tata krama. Sanksi terhadap pelanggarnya akan dianggap aneh, ditertawakan atau diejek.
Berdasarkan aspek pribadi dan aspek hubungan antar pribadi, maka norma dibedakan menjadi dua golongan. Yang berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi meliputi :
·      Norma kepercayaan
·      Norma kesusilaan
Yang berkaitan dengan aspek hidup antar pribadi meliputi :
·      Norma sopan santun
·      Norma hukum
2.    Etika dan Moral
Filsafat etika adalah salah satu cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat baik buruk tingkah laku manusia. Etika dan moral selalu dikaitkan dengan masalah akhlak, budi pekerti atau kesusilaan. Etika berupa aturan, sedangkan moral merupakan buah atau hasilnya. Contoh : seseorang yang selalu mematuhi etika, maka orang tadi dikatakan bermoral, atau moralnya baik. Sebaliknya, seseorang yang sering melanggar etika dikatakan moralnya buruk  atau amoral. Menurut Elizabeth Hurlock, moralitas yang sungguh-sungguh itu sebagai berikut :
1.    Kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran masyarakat, yang timbul dari hati sendiri (bukan paksaan dari luar).
2.    Disertai rasa tanggung jawab atas tindakan itu.
3.    Mendahulukan kepentingan  umum daripada keinginan atau kepentingan pribadi.
Penilaian etis moral yaitu penilaian baik buruk terhadap tindakan atau perilaku manusia. Kesadaran etis (moral) ialah kesadaran atau pengetahuan yang ada pada diri seseorang untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan kata hati. Contoh, jujur dan tidaknya seseorang tidak ditentukan status sosial ekonomi, melainkan ditentukan oleh : kesadaran etis (moral), rasa tanggung jawab, dan rasa takut berbuat dosa.
A.  Aliran – aliran filsafat etika (moral)
1)   Aliran Hedonisme
     Didasarkan pada kenikmatan atau kelezatan sejati.
2)   Aliran Utilitarisme
     Dilihat dari manfaatnya bagi manusia.
3)   Aliran Idealisme
     Berdasarkan niat dan kemauan.
4)   Aliran Vitalisme
     Ada tidaknya daya hidup untuk mengendalikan perbuatan.
5)   Aliran Theologis
     Sesuai atau tidak dengan hukum tuhan.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar