A.
MOTIVASI,
KINERJA, DAN KEPUASAN KERJA
Teori Motivasi
Beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang
bisa menjadi sumber untuk perusahaan dalam memotivasi dan meningkatkan kinerja
karyawannya adalah:
a. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs),
seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal
dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan
akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik.
Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat
materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga
spiritual.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai
kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan
hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan
bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan.
Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,seseorang pada waktu yang bersamaan
ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin
berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila
berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai
hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
·
Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang.
·
Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti
tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu
dalam pemenuhan kebutuhan itu.
·
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
b. Teori McClelland (Teori Kebutuhan
Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray
sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut
sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit.
Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau
ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin,
sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar
tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam
persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan
bakat secara berhasil.
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi
(high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
(3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
c. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG”
dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E=
Existence (kebutuhan akan eksistensi), R= Relatedness (kebutuhan untuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G= Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika
makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama,
secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan
oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan
hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan
hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth”
mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori
Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa
:
·
Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
·
Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
·
Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
·
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang dicapainya.
d. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting
dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “
Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene
atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah
hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti
bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional
antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan
bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang
dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi,
kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori
Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebihberpengaruh
kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang
bersifat ekstrinsik.
e. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong
untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai
mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
·
Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
·
Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri
·
Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
·
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan
ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan
para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan
pegawai ke organisasi lain.
g. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki
empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan
perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan
persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif
tentang penetapan tujuan.
h. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan)
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan
suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini,
motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan
perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan
berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal
yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
i. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka
dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada
kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti
sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa
kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari
perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang
turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah upaya
yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung
untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya
dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut
mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji
yang dipercepat. Karena juru tik
tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya
bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.Contoh sebaliknya ialah seorang
pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya,
mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan
kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan
untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia
yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan
“gaya” yang manusiawi pula.
j. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model
motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem
motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model
tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para
pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan
imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk
pada faktor internal adalah :
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri
(b) harga diri
(c) harapan pribadi
(d) kebutuhaan
(e) keinginan
(f) kepuasan kerja
(g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang,
antara lain ialah :
(a) jenis dan sifat pekerjaan
(b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung
(c) organisasi tempat bekerj
(d) situasi lingkungan pada umumnya
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Teori Proses Motivasi
Malayu S.P. Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai berikut :
a. Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan
organisasi. Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
b. Mengetahui kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui
keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau
perusahaan saja.
c. Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik
dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat
apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
d. Integrasi tujuan
Proses motivasi
perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan
organisasi adalahneedscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta
perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus
disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
e. Fasilitas
Manajer penting
untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang
akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan
kendaraan kepada salesman.
f. Team Work
Manajer harus
membentuk Team work yang
terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team
Work penting karena dalam
suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
Berkenaan
dengan bagaimana perilaku timbul dan dijalankan. Adapun teori-teori yang
berkenaan dengan teori-teori proses yaitu :
- Teori
Pengharapan (Expectancy theory)
Dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila :
o Kemungkinan usaha mereka mengarah ke prestasi yang tinggi.
o Kemungkinan mencapai hasil yang menguntungkan.
o Hasil-hasil tersebut akan menjadi pada keadaan keseimbangan, penarik efektif bagi mereka.
Menurut Victor Vroom (teori nilai pengharapan Vroom) orang dimotivasi untuk bekerja bila :
o Usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu.
o Menilai balas jasa dari hasil usahanya.
- Pembentukan
Perilaku (Operant conditioning)
Teori ini dikemukakan oleh B.F. Skinner yang didasarkan pada hukum pengaruh (Law of Effect), bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedang perilaku yang diikuti konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang.
Ada empat
teknik yang dapat digunakan manajer untuk mengubah perilaku bawahan, antara
lain :
1. Penguatan
positif, bisa primer maupun sekunder.
2. Penguatan
negatif, individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi tidak
menyenangkan dan menghindarinya di masa mendatang.
3. Pemadaman,
dilakukan dengan peniadaan penguatan.
4. Hukuman,
manajer mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan pemberian
konsekuensi-konsekuensi negatif.
- Teori
Porterm Lawyer
Merupakan teori pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa mendatang dan menekankan antisipasi tanggapan atau hasil. Dasarnya yaitu kemungkinan usaha pengharapan yang dirasakan, usaha yang dijalankan, prestasi yang dicapai, penghargaan yang diterima, kepuasan yang terjadi dan mengarahkan ke usaha dimasa yang akan datang.
Model pengharapan menyajikan sejumlah implikasi bagi manajer tentang bagaimana seharusnya memotivasi bawahan dan implikasi. Implikasi ini mencakup :
- Pemberian
penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawahan.
- Penentuan
prestasi yang diinginkan.
- Pembuatan
tingkat prestasi yang dapat dicapai.
- Hubungan
penghargaan dengan prestasi.
- Penganalisaan
faktor-faktor yang bersifat berlawanan dengan efektifitas penghargaan.
- Penentuan
penghargaan yang mencukupi.
Implikasi bagi organisasi adalah
- Sistem
penghargaan yang dapat memotivasi perilaku.
- Pekerjaan
dibuat sebagai pemberian penghargaan secara intrinsik.
- Atasan
langsung mempunyai peranan penting dalam proses motivasi.
- Teori
Keadilan
Orang akan
selalu membandingkan antara masukan dalam bentuk pendidikan,pengalaman, latihan
dan usaha dengan hasil atau penghargaan yang diterima. Keyakinan tentang adanya
ketidakadilan akan berpengaruh pada perilaku pelaksana kegiatan. Faktor kunci
bagi manajer yaitu mengetahui apakah ketidakadilan dirasakan, bukan apakah
ketidakadilan secara nyata ada. Teori keadilan ini memberikan implikasi bahwa
penghargaan harus diberikan sesuai yang dirasa adil oleh individu yang
bersangkutan.
Teori Reinforcement
Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = f ( R & C ) M
= Motivasi
R = Reward (penghargaan) - primer/sekunder
C = Consequens (Akibat) -
positif/negative
Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya
danpunishment yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri,
2003:35-37).
Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk
meningkatkan atau mempertahankan tanggapan
khusus individu. Jadi
menurut teori ini, motivasi
seseorang bekerja tergantung
pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari yang akan
dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seorang di masa
mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya yang sekarang.
Jenis reinforcement ada empat, yaitu:
(a) positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif;
(a) positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif;
(b) negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang
dilakukan karena mengurangi atau mcnghentikan keadaan yang tidak disukai.
Misalnya, berupaya cepat-cepat menyelesaikan
pekerjaan karena tidak
tahan mendengar atasan mengomel terus-menerus;
(c) extinction (peredaan),
yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga perilaku
tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
perilaku yang tidak diharapkan;
(d) punishment, yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan
perilaku tertentu.
Reward adalah pertukaran
(penghargaan) yang diberikan perusahaan atau jasa yang diberikan penghargaan,
yang secara garis besar terbagi dua kategori, yaitu:
(a) gaji, keuntungan, liburan;
(b) kenaikan pangkat dan jabatan, bonus, promosi, simbol (bintang) dan
penugasan yang menarik.
Sistem yang efektif untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para
karvawan harus:
(a) memenuhi kebutuhan pegawai;
(b) dibandingkan dengan reward yang diberikan
oleh perusahaan lain;
(c) di distribusikan secara wajar dan adil;
(d) dapat diberikan dalam berbagai bentuk;
(e) dikaitkan dengan prestasi.
Sistem Motivasi di Organisasi
Sistem
motivasi dalam organisasi dapat dilihat dari empat jenis teori motivasi yang
ada, yaitu :
- Model
Tradisional
Tidak lepas dari teori manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic Winslow Taylor. Model ini mengisyaratkan bagaimana manajer menentukan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan dengan sistem pengupahan insentif untuk memacu para pekerja agar memberikan produktivitas yang tinggi.
Teori produktivitas memandang bahwa tenaga kerja pada umumnya malas dan hanya dapat dimotivasi dengan memberikan penghargaan dalam wujud materi (uang). Pendekatan ini cukup efektif dalam banyak situasi sejalan dengan peningkatan efisiensi. Disini pemutusan hubungan kerja sudah merupakan suatu kebiasaan dan para pekerja akan mencari jaminan daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara. - Model
hubungan Manusiawi
Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah penting, kebosanan dan tugas yang rutin merupakan pengurang dari motivasi. Untuk itu para karyawan perlu dimotivasi melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial dan membuat mereka berguna dan penting dalam organisasi.
Para karyawan diberi kebebasan membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya, untuk para pekerja informal perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Lebih banyak informasi disediakan untuk karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi. - Model
Sumber Daya Manusia
McGregor, Maslow, Argyris dan Likert mengkritik model hubungan manusiawi, bahwa seorang bawahan tidak hanya dimotivasi dengan memberikan uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti, dalam arti lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik, diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan dan pelaksanaan tugas. - Model
Kontemporer
Pendekatan yang lebih memperhatikan hal-hal yang terjadi dilingkungan diluar organisasi.
B.
KEPEMIMPINAN
Definisi Kepemimpinan
Dari semua pemikiran dan tulisan
mengenai kepemimpinan, ada tiga aspek yang menonjol : manusia, pengaruh, dan
tujuan. Kepemimpinan dijalankan oleh manusia, melibatkan penggunaan pengaruh,
dan digunakan untuk mencapai tujuan. Pengaruh berarti bahwa hubungan
antara manusia tidak terjadi secara pasif. Oleh karena itu, kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan
untuk memengaruhi orang lain guna mencapai tujuan organisasi.
Pendekatan Perilaku Kepemimpinan
Pertimbangan jenis perilaku yang
menggambarkan sejauh mana sang pemimpin memikirkan bawahan, menghargai pikiran dan
perasaan mereka, dan membangun rasa saling percaya.
Struktur permulaan adalah kadar
perilaku tugas, yaitu sejauh mana sang pemimpin berorientasi tugas dan
mengarahkan pekerjaan bawahanya untuk mencapai tujuan.
Dua perilaku kepemimpinan utama
yang dianggap penting bagi kepemimpinan adalah perilaku berorientasi tugas dan
perilaku berorientasimanusia. Kedua metakategori ini, atau kategori perilaku
secara luas, terbukti berhubungan dengan kepemimpinan efektif di berbagai
situasi dan waktu. Meski keduanya tidak hanya penting bagi perilaku
kepemimpinan , perhatian akan tugas dan manusia sedikit banyak harus
diperlihatkan. Oleh karena itu, banyak upaya untuk memahami kepemimpinan
menggunakan kedua metakategori ini sebagai dasar penelitian dan perbandingan.
Program penelitian penting
terhadap perilaku kepemimpinan dilakukan di Ochio State University, University
of Michigan, dan University of Texas.
1. Penelitian Ohio State
Para peneliti di the Ochio State
University menyurvei para pemimpinuntuk meneliti ratusan dimensi perilaku
pemimpin. Mereka mengidentifikasi dua perilaku utama : pertimbangan
dan struktur permulaan.
o Pertimbangan (consideration)
masuk ke kategori perilaku berorietasi manusia dan berarti sejauh mana sang
pemimpin memikirkan bawahan, menghargai pikiran dan perassaan mereka, dan
membangun rasa saling percaya. Para pemimpin yang penuh pertimbangan bersifat
ramah, memberikan komunikasi terbuka, membangun kerja sama, dan berorientasi
kepada kesejahteraan bawahan mereka.
o
Struktur
permulaan (initiating structure) adalah kadar perilaku tugas, yaitu
sejauh mana sang pemimpin berorientasi tugas dan mengarahkan pekerjaan
bawahannya untuk mencapai tujuan. Para pemimpin dengan gaya ini biasanya
memberikan instruksi, menggunakan waktu untuk perencanaan, menekankan tenggat
waktu, dan memberikan jadwal pekerjaan yang tegas. Pertimbangan dan struktur
permulaan saling terpisah, yaitu yang berarti seorang pemimpin dengan
pertimbangan tinggi dapat memiliki struktur permulaan tinggi atau rendah.
2. Penelitian Michigan
Supervisor paling efektif adalah
mereka yang mengutamakan kebutuhan manusiawi bawahannya untuk untuk “ membangun
kelompok kerja efektif dengan tujuan berkinerja tinggi”. Para peneliti
Universitas Michigan menggunakan istilah pemimpin berorientasi pegawai untuk
menyebutkan pemimpin yang menetapkan tujuan berkinerja tinggidan menampilkan
perilaku suportif terhadap bawahan mereka. Pemimpin yang paling tidak efektif
desebut pemimpin berorientasi tugas, yaitu mereka yang cendderung lebih
memperhatikan pemenuhan jadwal, penghematan biaya, dan efisiensi produksi
daripada pencapaian tujuan dan kebutuhan manusiawi.
3. Kisi-kisi kepemimpinan
Dengan menggunakan hasil
penelitian di Ochio State denga Michigan, Blake dan Mouton dari University
Texas menggagas teori sdua dimensi yang disebut kisi-kisi manajerial, yang
kemudian diubah oleh Blake dan McCanse menjadi Kisi-kisi kepemimpinan.
Pendekatan Contigency Kepemimpinan
Model kepemimpinan yang
menggambarkan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi spesifik di organisasi
1. Teori situasional Hersey
dan Blanchard
Teori kepemimpinan situsional
Merupakan pengembangan menarik dari teori perilaku yang terangkum pada
kisi-kisi kepemimpinan.
2. Teori
kontingensi fiedler
Teori kontingensi Fiedler adalah
sejauh mana gaya pemimpin berorientasi tugas atau berorientasi hubungan
(manusia)
3. Pengganti kepemimpinan
Pengganti kepemimpinan
menyebabkan gaya kepemimpinan menyebabkan gaya kepemimpinan tidak diperlukan
lagi. Contohnya, bawahan yang sangat professional yang tahu cara mengerjakan
tugas mereka tidak memerlukan pemimpin yang memberitahukan struktur kepada
mereka dan yang harus mereka lakukan.
Pengganti adalah variable
situasi yang membuat gaya kepemimpinan tidak diperlukan atau berlebihan
Pembatal adalah variable situasi
yang membatalkan gaya kepemimpinan pada perilaku tertentu
Teori Kepemimpinan
1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
- pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat,
rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas,
orientasi masa depan;
- sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
- kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
- sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
- kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai
kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada
relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan)
dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan
nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai
rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh
kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah
kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan
pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin
mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi
dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan
bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau
berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu
terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas
organisasi.
b. berorientasi
kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan
ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi
pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian,
kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi
pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan,
pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut
model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada
pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku
setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap
hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada
hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan
(JAF.Stoner, 1978:442-443)
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut
teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu
yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang.
Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut
Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar