UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2009
TENTANG
PAJAK
DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Pasal 1
19. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai
rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
Bagian Keenam
Pajak Rokok
Pasal 26
(1) Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok.
(2) Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sigaret, cerutu,
dan rokok daun.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.
Pasal 27
(1) Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok.
(2) Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan
importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai.
(3) Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang
memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.
(4) Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara
proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran
Pajak Rokok diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 28
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang
ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok.
Pasal 29
Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen) dari cukai rokok.
Pasal 30
Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
Pasal 31
Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi
maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh
persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh
aparat yang berwenang.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 115/PMK.07/2013
TENTANG
TATA CARA PEMUNGUTAN
DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
4. Surat Pemberitahuan Pajak Rokok yang selanjutnya disingkat
dengan SPPR adalah surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak Rokok untuk melaporkan penghitungan
dan/atau dasar pembayaran
Pajak Rokok.
5. Permohonan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau yang
selanjutnya disebut dengan CK-1 adalah dokumen cukai yang digunakan Wajib Pajak
Rokok untuk mengajukan permohonan pemesanan pita cukai hasil tembakau.7. Nomor
Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan NPPBKC
adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha
tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat
penjualan eceran di bidang cukai.
9. Surat Setoran Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat SSBP
adalah dokumen yang digunakan untuk melakukan pembayaran Pajak Rokok ke
rekening kas negara.
10. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor dan
ekspor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan
bukan pajak.
11. Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk menerima setoran penerimaan Negara.
15. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN
adalah rekening tempat
penyimpanan uang negara
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk
menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara
pada bank sentral.
16. Rekening Kas Umum Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat
RKUD Provinsi adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan
oleh gubernur untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh
pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
17. Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
BAB II
TATA CARA PEMUNGUTAN
PAJAK ROKOK
Bagian Kedua
Pembayaran Pajak Rokok
Pasal 3
(1) Wajib Pajak Rokok
menghitung sendiri Pajak Rokok yang dituangkan dalam SPPR.
(2) Wajib Pajak Rokok membuat SPPR sebanyak 3 (tiga) rangkap
dengan peruntukan sebagai berikut:
a. Lembar ke-1 untuk
Wajib Pajak Rokok;
b. Lembar ke-2 untuk
Kantor Bea dan Cukai; dan
c. Lembar ke-3 untuk
Bank/Pos Persepsi.
(3) Wajib Pajak Rokok menyampaikan SPPR kepada Kepala Kantor Bea
dan Cukai bersamaan dengan penyampaian CK-1.
(4) SPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dalam
bentuk tulisan diatas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
(5) Format SPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Pasal 4
(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap SPPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
(2) Penelitian terhadap SPPR
meliputi:
a. kelengkapan dan
kebenaran pengisian SPPR;
b. kesesuaian antara
dokumen SPPR dengan CK-1; dan
c. kebenaran penghitungan
Pajak Rokok.
(3) Dalam hal hasil penelitian terhadap SPPR telah sesuai,
Pejabat Bea dan Cukai memberikan nomor pendaftaran pada SPPR dari Buku Bantu
Pajak Rokok.
(4) Dalam hal hasil penelitian terhadap SPPR ditemukan adanya
ketidaksesuaian, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Nota Penolakan.
(5) Format Buku Bantu Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(6) Format Nota Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 5
(1) Wajib Pajak Rokok melakukan pembayaran Pajak Rokok bersamaan
dengan pembayaran Cukai Rokok ke kas negara.
(2) Pembayaran Pajak Rokok, dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi
dengan menggunakan formulir SSBP.
(3) Pembayaran Pajak Rokok menggunakan kode Bagian Anggaran 999.00
dengan kode akun Penerimaan Non Anggaran.
(4) Wajib Pajak Rokok membuat SSBP sebanyak 4 (empat) rangkap
dengan peruntukan sebagai berikut:
a. Lembar ke-1 untuk
Wajib Pajak Rokok;
b. Lembar ke-2 untuk
KPPN;
c. Lembar ke-3 untuk
Kantor Bea dan Cukai; dan
d. Lembar ke-4 untuk
Bank/Pos Persepsi.
(5) Dalam hal Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dibayarkan, pelayanan atas CK-1 tidak dilaksanakan.
(6) Format SSBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Tata cara pembayaran Pajak Rokok oleh Wajib Pajak Rokok ke
Bank/Pos Persepsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan mengenai tata cara penyetoran penerimaan negara.
Pasal 6
(1) Wajib Pajak Rokok menyampaikan lembar ke-3 SSBP yang telah
mendapatkan NTPN, NTB/NTP dan tanggal serta dibubuhi cap dan telah
ditandatangani oleh pejabat/petugas Bank/Pos Persepsi yang berwenang kepada
Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Berdasarkan lembar ke-3 SSBP, Pejabat Bea dan Cukai
melakukan penelitian atas setoran Pajak Rokok yang dilakukan oleh Wajib Pajak
Rokok.
(3) Penelitian atas setoran
Pajak Rokok meliputi:
a. kelengkapan dan
kebenaran pengisian SSBP;
b. kesesuaian data
antara lembar ke-2 SPPR dengan lembar ke-3 SSBP; dan
c. kebenaran penghitungan dan kesesuaian jumlah Pajak Rokok yang
tertuang pada SPPR dengan jumlah uang yang disetorkan.
(4) Dalam hal hasil penelitian atas lembar ke-2 SPPR dengan
lembar ke-3 SSBP terdapat ketidaksesuaian, yang menyebabkan terjadinya
kekurangan pembayaran Pajak Rokok, maka:
a. Pejabat Bea dan Cukai menunda pelayanan Pita Cukai Rokok sampai
dengan dilunasinya pembayaran Pajak Rokok untuk pembayaran Cukai Rokok secara
tunai; atau
b. Pejabat Bea dan Cukai tidak melayani CK-1 berikutnya sampai
dengan dilunasinya pembayaran Pajak Rokok untuk pembayaran Cukai Rokok yang
mendapatkan penundaan pembayaran cukai.
(5) Dalam hal Pajak Rokok belum dilunasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan Pasal 5 ayat (5), maka Permohonan Penyediaan Pita Cukai untuk
kebutuhan bulan berikutnya tidak dilayani.
(6) Dalam hal hasil penelitian atas lembar ke-2 SPPR dengan
lembar ke-3 SSBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, Kantor Bea
dan Cukai melakukan penatausahaan penerimaan Pajak Rokok berdasarkan SSBP
lembar ke-3.
(7) Kepala Kantor Bea dan Cukai menyampaikan laporan bulanan
penerimaan Pajak Rokok kepada Direktur Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
secara manual atau melalui sarana elektronik dalam bentuk ADK paling lambat
pada hari kerja ketujuh bulan berikutnya.
(8) Berdasarkan penyampaian laporan penerimaan Pajak Rokok sebagaimana
dimaksud pada ayat (7), Direktur Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
melakukan rekapitulasi dan menyampaikan daftar realisasi penerimaan Pajak Rokok
bulan sebelumnya kepada Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan secara manual atau melalui sarana elektronik
dalam bentuk ADK paling lambat pada hari kerja kelimabelas bulan berikutnya.
Pasal 7
Penatausahaan, pelimpahan,
dan pelaporan penerimaan Pajak Rokok pada Bank/Pos Persepsi dan KPPN dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai tata cara
penyetoran penerimaan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar