Kamis, 22 September 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2009
TENTANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Pasal 1
19.       Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.

Bagian Keenam
Pajak Rokok

Pasal 26
(1) Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok.
(2) Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

Pasal 27
(1) Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok.
(2) Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
(3) Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.
(4) Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 28
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok.
Pasal 29
Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.
Pasal 30
Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
Pasal 31
Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 115/PMK.07/2013
TENTANG
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
4. Surat Pemberitahuan Pajak Rokok yang selanjutnya disingkat dengan SPPR adalah surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak Rokok untuk melaporkan penghitungan dan/atau dasar pembayaran
Pajak Rokok.
5. Permohonan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut dengan CK-1 adalah dokumen cukai yang digunakan Wajib Pajak Rokok untuk mengajukan permohonan pemesanan pita cukai hasil tembakau.7. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai.
9. Surat Setoran Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat SSBP adalah dokumen yang digunakan untuk melakukan pembayaran Pajak Rokok ke rekening kas negara.
10. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor dan ekspor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
11. Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan Negara.
15. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat
 penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
16. Rekening Kas Umum Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat RKUD Provinsi adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
17. Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

BAB II
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK ROKOK
Bagian Kedua
Pembayaran Pajak Rokok

Pasal 3
(1) Wajib Pajak Rokok menghitung sendiri Pajak Rokok yang dituangkan dalam SPPR.
(2) Wajib Pajak Rokok membuat SPPR sebanyak 3 (tiga) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
a. Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak Rokok;
b. Lembar ke-2 untuk Kantor Bea dan Cukai; dan
c. Lembar ke-3 untuk Bank/Pos Persepsi.
(3) Wajib Pajak Rokok menyampaikan SPPR kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai bersamaan dengan penyampaian CK-1.
(4) SPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dalam bentuk tulisan diatas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
(5) Format SPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap SPPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
(2) Penelitian terhadap SPPR meliputi:
a. kelengkapan dan kebenaran pengisian SPPR;
b. kesesuaian antara dokumen SPPR dengan CK-1; dan
c. kebenaran penghitungan Pajak Rokok.
(3) Dalam hal hasil penelitian terhadap SPPR telah sesuai, Pejabat Bea dan Cukai memberikan nomor pendaftaran pada SPPR dari Buku Bantu Pajak Rokok.
(4) Dalam hal hasil penelitian terhadap SPPR ditemukan adanya ketidaksesuaian, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Nota Penolakan.
(5) Format Buku Bantu Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Format Nota Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1) Wajib Pajak Rokok melakukan pembayaran Pajak Rokok bersamaan dengan pembayaran Cukai Rokok ke kas negara.
(2) Pembayaran Pajak Rokok, dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan formulir SSBP.
(3) Pembayaran Pajak Rokok menggunakan kode Bagian Anggaran 999.00 dengan kode akun Penerimaan Non Anggaran.
(4) Wajib Pajak Rokok membuat SSBP sebanyak 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
a. Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak Rokok;
b. Lembar ke-2 untuk KPPN;
c. Lembar ke-3 untuk Kantor Bea dan Cukai; dan
d. Lembar ke-4 untuk Bank/Pos Persepsi.
(5) Dalam hal Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayarkan, pelayanan atas CK-1 tidak dilaksanakan.
(6) Format SSBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Tata cara pembayaran Pajak Rokok oleh Wajib Pajak Rokok ke Bank/Pos Persepsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai tata cara penyetoran penerimaan negara.
Pasal 6
(1) Wajib Pajak Rokok menyampaikan lembar ke-3 SSBP yang telah mendapatkan NTPN, NTB/NTP dan tanggal serta dibubuhi cap dan telah ditandatangani oleh pejabat/petugas Bank/Pos Persepsi yang berwenang kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Berdasarkan lembar ke-3 SSBP, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian atas setoran Pajak Rokok yang dilakukan oleh Wajib Pajak Rokok.
(3) Penelitian atas setoran Pajak Rokok meliputi:
a. kelengkapan dan kebenaran pengisian SSBP;
b. kesesuaian data antara lembar ke-2 SPPR dengan lembar ke-3 SSBP; dan
c. kebenaran penghitungan dan kesesuaian jumlah Pajak Rokok yang tertuang pada SPPR dengan jumlah uang yang disetorkan.
(4) Dalam hal hasil penelitian atas lembar ke-2 SPPR dengan lembar ke-3 SSBP terdapat ketidaksesuaian, yang menyebabkan terjadinya kekurangan pembayaran Pajak Rokok, maka:
a. Pejabat Bea dan Cukai menunda pelayanan Pita Cukai Rokok sampai dengan dilunasinya pembayaran Pajak Rokok untuk pembayaran Cukai Rokok secara tunai; atau
b. Pejabat Bea dan Cukai tidak melayani CK-1 berikutnya sampai dengan dilunasinya pembayaran Pajak Rokok untuk pembayaran Cukai Rokok yang mendapatkan penundaan pembayaran cukai.
(5) Dalam hal Pajak Rokok belum dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan Pasal 5 ayat (5), maka Permohonan Penyediaan Pita Cukai untuk kebutuhan bulan berikutnya tidak dilayani.
(6) Dalam hal hasil penelitian atas lembar ke-2 SPPR dengan lembar ke-3 SSBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, Kantor Bea dan Cukai melakukan penatausahaan penerimaan Pajak Rokok berdasarkan SSBP lembar ke-3.
(7) Kepala Kantor Bea dan Cukai menyampaikan laporan bulanan penerimaan Pajak Rokok kepada Direktur Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara manual atau melalui sarana elektronik dalam bentuk ADK paling lambat pada hari kerja ketujuh bulan berikutnya.
(8) Berdasarkan penyampaian laporan penerimaan Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan rekapitulasi dan menyampaikan daftar realisasi penerimaan Pajak Rokok bulan sebelumnya kepada Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan secara manual atau melalui sarana elektronik dalam bentuk ADK paling lambat pada hari kerja kelimabelas bulan berikutnya.
Pasal 7
Penatausahaan, pelimpahan, dan pelaporan penerimaan Pajak Rokok pada Bank/Pos Persepsi dan KPPN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai tata cara penyetoran penerimaan negara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar