AUTOMATIC
EXCHANGE OF INFORMATION FOR TAX PURPOSE
Augy
Ladyana Firstyanto
Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
ABSTRAK
The
Automatic Exchange of Information (AEoI) adalah inisiatif terpisah untuk FACTA
(Foreign Account Tax Compliance Act), diprakarsai oleh OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) atau organisasi untuk kerjasama ekonomi
dan pengembangan. OECD menetapkan aturan umum untuk melaporkan pendapatan dan
aset klien kepada lembaga pajak daerah yang berwenang, untuk mencegah
penggelapan pajak. Untuk mengimplementasikan AEoI, sangat diperlukan lembaga
keuangan untuk melaksanakan proses due
diligence diantaranya yaitu : (1) mengidentifikasi pemegang rekening baru
dan yang sudah ada serta entitas pengendali asing, (2) memberikan otoritas
pajak terkait dengan informasi tentang aset, pembayaran pendapatan klien dan
arus perdagangan selama tahun fiskal. OECD telah mengusulkan kerangka kerja
berdasarkan FATCA Model 1 Inter Governmental Agreements
(Model 1 IGA). Dokumen tersebut berjudul "Standard for Automatic Exchange of Financial
Account Information in Tax Matters ", termasuk didalamnya yaitu
: (1) Model CAA (Competent
Authority Agreement) yang mendefinisikan prinsip dari perjanjian antar
pemerintah AEOI, (2) The Common Reporting & due
diligence Standard (CRS) yang mendefinisikan kewajiban pelaporan atas due diligence. Implementasi keterbukaan
dan pertukaran informasi perbankan untuk pajak dalam Automatic Exchange of
Information (AEoI) pada akhir 2017 tetap akan bisa berjalan dengan mekanisme
lain terkait akses data pada otoritas pajak meski UU Perbankan menganut sistem
kerahasian data nasabah perbankan. Dalam pertemuan G20 di Turki November 2015,
Indonesia dengan beberapa negara lain menyatakan masuk dalam early adopters(pengadopsi
awal), yang mulai mengimplementasikan AEoI pada September 2017.
Kata
kunci : Automatic Exchange of Information, FATCA, OECD
1. PENDAHULUAN
Kerjasama administratif antar negara di bidang perpajakan memiliki sejarah
yang telah
mengakar sejak
lama. Ketentuan kerjasama antar negara di bidang perpajakan masuk dalam
berbagai draf Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang digunakan
oleh banyak negara sebagai acuan atas ketentuan dalam P3B (bilateral) diantara
negara-negara tersebut. Ketentuan pertukaran informasi dalam P3B merupakan
payung hukum untuk melaksanakan kerjasama antar negara di bidang perpajakan
dalam rangka meningkatkan international tax compliance dan mencegah
praktik pengelakan pajak (tax evasion). Rumusan ketentuan pertukaran
informasi dalam Model P3B yang dirancang Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD) memiliki banyak pengaruh terhadap P3B
yang diterapkan oleh beberapa negara, termasuk P3B yang telah berlaku efektif
di Indonesia. Dalam perkembangannya, kerjasama antar negara di bidang
perpajakan diwujudkan dalam bentuk bantuan administratif pertukaran informasi
bersama di bidang perpajakan yang dilandasi oleh kepentingan bersama untuk
mencegah praktik offshore tax evasion yang dilakukan oleh wajib pajak
yang menyembunyikan penghasilan atau aset keuangannya di luar negeri. Kerjasama
otoritas pajak antar negara diperluas menjadi jaringan kerjasama bantuan
administratif transnasional atau multilateral dengan tujuan meningkatkan international
tax compliance. Hal ini diwujudkan dengan kesepakatan bersama untuk membuka
dan memberikan akses ke informasi keuangan di dalam negeri kepada otoritas
pajak negara lain dan memperoleh akses ke informasi keuangan di luar negeri
secara otomatis.
Standar Global
AEoI (Automatic Exchange of Information)
merupakan standar untuk pertukaran otomatis informasi finansial dalam masalah
pajak. OECD dan G20 mengembangkan standar ini dengan masukan dari yurisdiksi
lain dan konsultasi dengan lembaga
keuangan. Standar ini sangat mirip dengan Foreign
Account Tax Compliance Act (FATCA) atau Undang-Undang Kepatuhan Wajib Pajak
Luar Negeri Akun Amerika Serikat. AEOI akan memungkinkan penemuan penggelapan
pajak sebelumnya tidak terdeteksi. Ini akan memungkinkan pemerintah untuk
memulihkan penerimaan pajak yang hilang untuk wajib pajak non-compliant, dan
selanjutnya akan memperkuat upaya internasional untuk meningkatkan
transparansi, kerjasama, dan akuntabilitas di antara lembaga keuangan dan
administrasi pajak.
Pada
Februari 2014, negara-negara
anggota G20 dan OECD menyetujui Common Reporting Standard (CRS) yang
dirilis oleh OECD sebagai instrumen pertukaran informasi keuangan secara
otomatis. Langkah ini dilanjutkan dengan komitmen berupa penyusunan timelines untuk mengimplementasikan standar pertukaran
informasi secara otomatis di negaranya masing-masing. Sampai saat ini
terdapat 56 (lima puluh enam) negara/yurisdiksi berkomitmen untuk melaksanakan
pertukaran informasi pada tahun 2017, dan 38 (tiga puluh delapan)
negara/yurisdiksi lainnya, termasuk Indonesia, pada tahun 2018. Ke depannya,
akan banyak lagi negara/yurisdiksi yang akan menjadi bagian dari komitmen
global untuk melakukan pertukaran informasi secara otomatis atas data keuangan
nasabah untuk kepentingan perpajakan.
Selanjutnya,
pada bulan Juli 2014 OECD
merilis versi lengkap (full version) standar pertukaran informasi secara
otomatis (Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information
in Tax Matters) yang memuat standar Model Competent Authority Agreement (MCAA)
dan CRS. Kemudian, pada pertemuan di bulan November 2014 di Brisbane, para pemimpin negara anggota G20
menyatakan dukungannya untuk menggunakan CRS dalam pertukaran informasi secara
otomatis dalam rangka mencegah praktik offshore tax evasion. Sebagai
salah satu negara anggota G20, Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk
menerapkan CRS sebagai instrumen dalam pertukaran informasi dengan tujuan
meningkatkan international tax compliance.
Untuk
mendukung implementasi CRS sebagai standar global dalam pertukaran informasi
keuangan secara otomatis, maka Pemerintah Indonesia perlu mewujudkan standar
global ini ke dalam peraturan domestik. Hal ini dibutuhkan mengingat komitmen
Indonesia untuk melaksanakan standar pertukaran informasi secara otomatis pada
tahun 2018 (yang akhirnya dimajukan di tahun 2017) mensyaratkan perlunya
kesiapan peraturan domestik yang memadai. Untuk mengimplementasikan FATCA-IGA
dan CRS, maka Indonesia perlu
mempersiapkan perangkat hukum domestik yang mengatur tata cara pemberian
informasi keuangan, pelaksanaan due diligence, dan mekanisme pelaporan
yang sesuai serta aturan tentang pengolahan dan jaminan kerahasiaan data yang
diperoleh dari dalam dan luar negeri.
Implementasi
perjanjian pertukaran informasi secara otomatis dalam ketentuan domestic
mensyaratkan ketentuan domestik yang diperlukan haruslah efektif sehingga tidak
menghalangi penerapan standar yang ditetapkan dalam perjanjian pertukaran
informasi secara otomatis. Salah satu isu yang mendesak untuk
mengimplementasikan perjanjian ini adalah kordinasi dengan lembaga jasa
keuangan yang wajib memberikan informasi keuangan nasabah sesuai ketentuan
perjanjian pertukaran informasi secara otomatis. Hal ini untuk memastikan
implementasi yang harmonis, konsisten, berkepastian, dan efektif sesuai dengan
perjanjian pertukaran informasi secara otomatis yang telah ditandatangani oleh
Pemerintah Indonesia.
Tulisan
ini membahas tentang Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran informasi secara otomatis melalui
kerangka kerja FATCA IGA Model 1B dan MCAA-CRS dari perspektif pajak internasional
dan domestik. Sumber hukum yang digunakan untuk meninjau pertukaran informasi
secara otomatis adalah hukum perjanjian internasional, materi ketentuan dalam
perjanjian internasional itu sendiri, dan ketentuan domestik untuk
mengimplementasikan materi perjanjian internasional.
2. PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Automatic Exchange of
Information (AEoI)
The Automatic Exchange of Information (AEoI)
merupakan standar untuk pertukaran otomatis informasi finansial dalam masalah
pajak. Dalam standar AEoI terjadi kesepakatan bersama untuk membuka dan
memberikan akses ke informasi keuangan di dalam negeri kepada otoritas pajak
negara lain dan memperoleh akses ke informasi keuangan di luar negeri secara
otomatis. AEoI diprakarsai oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) atau organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pengembangan, dengan
masukan dari yuridiksi lain dan konsultasi dengan lembaga keuangan.
Berikut
ini beberapa poin ketentuan yang tercantum dalam AEoI :
·
Standar AEoI mengharuskan lembaga
keuangan untuk melaporkan informasi tentang rekening yang dimiliki oleh
individu non-penduduk dan badan (termasuk trust dan yayasan) untuk administrasi
pajak mereka.
·
Administrasi pajak akan aman mengirimkan
informasi ke negara-negara pemegang rekening secara tahunan.
·
Standard AEoI tidak hanya mewajibkan
bank untuk melaporkan, tetapi juga lembaga kustodian, entitas investasi
tertentu, dan perusahaan asuransi. Jenis informasi akun yang akan dilaporkan
meliputi saldo rekening, bunga, dividen, dan penjualan dan penebusan hasil aset
keuangan dsb.
Seperti halnya untuk
FATCA, untuk AEoI lembaga keuangan (FI) juga diwajibkan untuk
melaksanakan due diligence baru dan kontrol untuk klien baru, serta ulasan
terhadap akun klien dan melaporkannya kepada otoritas pajak yang kompeten.
Lembaga keuangan berpotensi menghadapi berbagai jenis dampak : (1) Dampak
Internal, yaitu ketika mereka harus mematuhi yurisdiksi mereka, (2) Dampak
Eksternal yaitu sebagai penyedia informasi (kustodian, dll) mungkin akan
dimintai dokumentasi baru untuk mematuhi kewajiban AEOI. Seperti halnya untuk
FATCA, untuk AEoI lembaga keuangan juga
diwajibkan untuk melaksanakan due diligence baru dan kontrol untuk klien baru,
serta ulasan terhadap akun klien dan melaporkannya kepada otoritas pajak yang
kompeten.
2.2.
Tujuan Automatic Exchange of Information
(AEoI)
Tujuan dari adanya AEoI diantaranya yaitu :
·
untuk mencegah praktik penggelapan pajak
maupun penghindaran pajak yang dilakukan wajib pajak, yang menyembunyikan
penghasilan atau aset keuangannya di luar negeri.
·
meningkatkan international tax compliance.
·
untuk memulihkan penerimaan pajak yang
hilang untuk wajib pajak non-compliant.
·
memperkuat upaya internasional untuk
meningkatkan transparansi, kerjasama, dan akuntabilitas di antara lembaga
keuangan dan administrasi pajak.
2.3.
Dasar
Hukum Perjanjian Internasional terkait Automatic Exchange of Information (AEoI)
Terkait dengan landasan
hukum untuk memastikan bahwa FATCA dan CRS dapat diimplementasikan secara
efektif, saat ini, Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menerbitkan peraturan tata cara pertukaran informasi di bidang
perpajakan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-60/PMK.03/2014 tentang
Tata Cara Pertukaran Informasi sebagaimana telah diubah terakhir dengan
PMK-125/PMK/010/2015 (PMK-125/2015) yang didasarkan pada Pasal 32A UU PPh
terkait kewenangan pemerintah membentuk perjanjian internasional di bidang
perpajakan. Sementara itu, otoritas terkait yaitu Otoritas Jasa Keuangan selaku
regulator jasa keuangan juga akan menerbitkan peraturan terkait pemberian
informasi nasabah asing terkait perpajakan dengan negara mitra.
Ketentuan
domestik di bidang perpajakan untuk mengadakan perjanjian dengan pemerintah
negara lain adalah Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Kewenangan
pemerintah untuk membuat perjanjian internasional di bidang perpajakan dilaksanakan
dalam rangka menghindari pemajakan berganda dan mencegah pengelakan pajak.
Sesuai
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional (UU Perjanjian Internasional), pengesahan P3B antara Pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Negara mitra perjanjian dilakukan melalui Keputusan
Presiden. Adapun di banyak P3B yang telah ditandatangani dan diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia memuat klausul pertukaran informasi. Dengan demikian,
sepanjang P3B telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, maka pelaksanaan
teknis pertukaran informasi akan mengacu pada klausul dalam P3B.
Dalam
konteks pertukaran informasi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Amerika Serikat, Pasal 26 ayat (4) P3B Indonesia-Amerika Serikat berbunyi
sebagai berikut:
“The exchange of information shall be
either on a routine basis or on
request with reference to particular case. The competent authorities of the
contracting state may agree on the list
of information which shall be
furnished on a routine basis”.
Ketentuan ini menjadi dasar hukum untuk
membuat perjanjian pertukaran informasi secara otomatis (routine basis)
terkait FATCA dengan Pemerintah AS yaitu Inter-Governmental Agreement (IGA)
Model 1B. Tujuan dari ketentuan FATCA-IGA sebagaimana dinyatakan dalam Judul
Perjanjian IGA adalah untuk meningkatkan international tax compliance dan
untuk mengimplementasikan FATCA. Implementasi FATCA dilakukan melalui pelaporan
informasi keuangan oleh pihak ketiga (lembaga keuangan) secara otomatis.
Konvensi bantuan
administratif bersama di bidang perpajakan merupakan bentuk jaringan kerjasama
transnasional yang menjadi dasar hukum bagi bantuan administratif bersama
seperti pertukaran informasi, kerjasama pemeriksaan, dan bantuan penagihan
pajak. Konvensi ini telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia pada tahun
2011 dilakukan melalui ratifikasi dengan Peraturan Presiden Nomor 159 Tahun
2014 tentang Pengesahan Convention on Mutual Administrative Assistance in
Tax Matters (Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di
Bidang Perpajakan) (PerPres No.159/2014). Pasal 6 Konvensi yang mengatur
tentang pertukaran informasi secara otomatis berbunyi sebagai berikut:
“With respect to categories of cases
and in accordance with procedures which they shall determine by mutual
agreement, two or more Parties shall automatically exchange the information
referred to in Article 4”
Pasal 6 Konvensi
menjadi dasar bagi Pemerintah untuk membentuk persetujuan bersama (mutual
agreement) dalam menjalankan pertukaran informasi secara otomatis di bidang
perpajakan dengan negara yang juga menandatangani Konvensi ini.
Kesepakatan bersama dalam Pasal 6 Konvensi ini diwujudkan dengan Multilateral
Competent Authority Agreement (MCAA) yang telah ditandatangani oleh
Pemerintah Indonesia pada bulan Juni 2015. Persetujuan pertukaran informasi
merupakan instrumen hukum untuk menyepakati penggunaan Common Reporting
Standard (CRS) sebagai standar pertukaran informasi secara otomatis.
Berdasarkan ketentuan
yang mengatur persyaratan pemberlakuan perjanjian pertukaran informasi di
bidang perpajakan antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat, dapat
disimpulkan bahwa FATCA-IGA Model 1B bisa dieksekusi tanpa perlu melalui proses
ratifikasi. Persyaratan yang dibutuhkan untuk memberlakukan dan melaksanakan
FATCA-IGA Model 1B adalah sepanjang ketentuan prosedur internal atau ketentuan
domestik Indonesia untuk mengimplementasikan pertukaran informasi secara
otomatis berdasarkan FATCA-IGA Model 1B telah lengkap. Dengan demikian,
berdasarkan ketentuan Pasal 9 dan 15 UU Perjanjian Internasional serta Pasal 10
FATCA-IGA Model 1B, pemberlakuan FATCA-IGA Model 1B ke dalam peraturan
perundang-undangan domestik di Indonesia tidak memerlukan proses ratifikasi (self-executing
treaty), tetapi cukup melalui pemberitahuan (notification) tentang
kelengkapan ketentuan prosedur internal yang diperlukan untuk
mengimplementasikan FATCA.
Sedangkan, terkait
pemberlakuan Model Competent Authority Agreement (MCAA) sebagai instrument persetujuan bersama (mutual
agreement) pertukaran informasi secara otomatis sebagaimana diamanatkan
dalam Konvensi diatur dalam Pasal 7ayat (1) dan (2) MCAA sebagai berikut:
Ayat (1):
“A Competent Authority must provides,
at the time of signature of this Agreement or as soon as possible after its
Jurisdiction has the necessary laws in
place to implement the Common Reporting
Standard, a notification to the Co-ordinating Body Secretariat…”
Ayat (2):
“This Agreement will come into effect
between two Competent Authorities on the later following dates: (i) the date on
which the second of the two Competent Authorities has provided notification to
the Co-ordinating Body Secretariat..”
Berdasarkan ketentuan
Pasal 9 dan 15 UU Perjanjian Internasional serta Pasal 7 MCAA, pemberlakuan
standar pertukaran informasi secara otomatis berdasarkan MCAA ke dalam
peraturan perundang-undangan domestik dapat disimpulkan tidak perlu melalui
proses ratifikasi (self-executing treaty), tetapi cukup melalui
pemberitahuan (notification) tentang kelengkapan ketentuan internal yang
diperlukan untuk mengimplementasikan persetujuan bersama kepada Badan
Sekretariat yang bertugas mengkoordinasi pertukaran informasi lintas negara.
Ketentuan internal di bidang perpajakan yang mengatur tentang tata cara
implementasi persetujuan pertukaran informasi adalah Peraturan Menteri Keuangan
Nomor PMK-60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi sebagaimana
telah diubah terakhir dengan PMK-125/PMK/010/2015 (PMK-125/2015) yang didasarkan
pada Pasal 32A UU PPh terkait perjanjian pajak yang dibuat oleh Pemerintah.
2.4.Mekanisme Pertukaran Informasi Secara
Otomatis (AEoI) berdasarkan FATCA-IGA
Model 1 dan MCAA
Terdapat dua Model IGA
untuk mengimplementasikan FATCA, yaitu Model 1 dan Model 2. Pada IGA Model 1,
informasi yang akan dipertukarkan dikumpulkan oleh otoritas yang berkompeten
dari lembaga keuangan untuk kemudian ditransfer ke otoritas Amerika Serikat.
Sementara dalam IGA Model 2, informasi dikumpulkan dan ditransfer oleh lembaga
keuangan langsung ke otoritas Amerika Serikat. Sedangkan, mekanisme pertukaran
informasi berdasarkan MCAA sama dengan mekanisme pertukaran informasi dalam IGA
Model 1. Gambar 1 dan 2 berikut ini mengilustrasikan perbandingan mekanisme dan
proses pertukaran informasi berdasarkan FATCA-IGA Model 1 dan Model 2 serta MCAA.
FATCA dan CRS merupakan
standar tata cara pelaporan dan due diligence yang harus diikuti oleh
para pihak yang terlibat dalam persetujuan pertukaran informasi. Secara
esensial, tidak terdapat perbedaan mendasar antara ruang lingkup jenis
informasi yang dipertukarkan dalam FATCA dan MCAA. Demikian juga dengan ruang
lingkup entitas yang diwajibkan memberikan informasi terkait FATCA dan MCAA.
Perbedaan mendasar diantara kedua perjanjian ini yaitu adanya threshold terkait
informasi keuangan yang dipertukarkan dan sanksi withholding tax bagi
lembaga keuangan atau wajib pajak yang tidak mematuhi FATCA.
Oleh karena mekanisme
pelaporan dalam FATCA dan CRS adalah sama dan untuk menjaga konsistensi dan
kepastian serta efisiensi dalam mematuhi penerapan standar pertukaran
informasi, maka pengaturan tata cara pelaksanaan pertukaran informasi
berdasarkan FATCA dan CRS dapat dipersamakan. Kesamaan peraturan ini juga
termasuk dalam hal pengenaan sanksi bagi lembaga keuangan atau wajib pajak yang
tidak mematuhi standar pertukaran informasi. Kesamaan lainnya terkait dengan
pihak yang berkewajiban mentransfer informasi kepada otoritas pajak negara
mitra sesuai ketentuan tentang pejabat yang berwenang melakukan pertukaran
informasi dengan otoritas pajak negara mitra.
Gambar
1- Mekanisme Pelaksanaan IGA dan MCAA
AEOI/IGA Model 1
Informasi
|
CA
Partner
|
LK
Partner
|
DJP
|
LK
Indonesia
|
IGA Model 2
Informasi
Information
group request
|
IRS
|
DJP
|
LJK
Indonesia
|
Sumber: Maryte Somare dan Viktoria
Wohrer, ”Two Different FATCA Model Intergovernmental Agreements: Which is
Preferable?”, Bulletin for International Taxation, (Agustus 2014): 399
Untuk menerapkan standar pertukaran
informasi secara otomatis ke dalam ketentuan domestik, terdapat empat langkah
dasar yang perlu dilakukan Pemerintah, yaitu :
1. Mengadopsi
persyaratan pelaporan dan due diligence dalam FATCA-IGA dan MCAA-CRS ke
dalam ketentuan domestik. Agar lembaga keuangan dapat melaksanakan persyaratan
pelaporan dan due diligence secara efektif, maka dibutuhkan peraturan
yang konsisten dengan yang diatur di dalam perjanjian. Untuk mencegah ketidakseragaman,
format pelaporan dan prosedur due diligence sebaiknya mengacu ke
format dan prosedur dalam standar pertukaran informasi secara otomatis.
2. Menentukan
dasar hukum dalam melaksanakan mekanisme pertukaran informasi secara otomatis.
Peraturan domestik yang mengatur proses pertukaran informasi secara otomatis
berdasarkan FATCA-IGA dan MCAA-CRS sebaiknya diselaraskan untuk memastikan LJK
menjalankan kewajibannya secara efektif dan efisien sesuai FATCA-IGA dan
MCAA-CRS. Petunjuk pelaksanaan implementasi FATCA-IGA dan MCAA-CRS secara
detail dapat diatur melalui secondary legislation. Lebih lanjut, Commentaries
MCAA-CRS sebaiknya dipertimbangkan dalam penyusunan peraturan dan
pelaksanaan pertukaran informasi secara otomatis.
3. Menyediakan
infrastruktur teknologi informasi dan administrasi untuk mengumpulkan informasi
dan mempertukarkan informasi tersebut sesuai FATCA-IGA dan MCAA-CRS.
Insfrastruktur ini diperlukan untuk mendukung kinerja transmisi data dan
standar enkripsi serta dekripsi utuk menjamin keamanan pertukaran informasi.
4. Melindungi
kerahasiaan dan perlindungan data (data safeguards). Standar pertukaran
informasi secara otomatis memuat detail aturan tentang kerahasiaan dan
perlindungan data dan juga setiap negara dapat mengidentifikasi dan melaporkan
hasil identifikasi atas ciritical area dalam hal kerahasiaan dan
perlindungan data.
Gambar
2- Proses Pertukaran Informasi Secara Otomatis dalamFATCA-IGA Model 1 dan MCAA
|
2. Format
data sesuai dengan CRS
dan
melaporkan ke
otoritas
pajak (bisa
berdasarkan
masing-masing
negara)
|
4. Menerima
data dari
Negara B;
melakukan
dekripsi
data, quality
control,
menyimpan data, dan kerahasiaan dan perlindungan data
|
5. Mengimpor
data dari
lembaga
keuangan dan Negara B untuk kemudian
dibandingkan
dengan database dan lakukan tindakan yang diperlukan
|
3. Menerima
data dari
lembaga
keuangan,
melakukan
quality
control,
mengirimkan
dan
menyimpan copy
data
|
1.
Mengumpulkan
data
keuangan
nasabah
|
Lembaga Keuangan
|
Otoritas Pajak
Negara B
|
Otoritas Pajak
Negara A
|
Sumber:
Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purpose,
“Automatic Exchange of Information a Roadmap for Developing Countries”, (2014).
3. PENUTUP
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.
AEoI dengan kerangka kerja FATCA-IGA
Model 1B dan MCAA-CRS merupakan perjanjian pertukaran informasi secara otomatis
yang didasarkan pada P3B dan Konvensi dan bertujuan untuk meningkatkan international
tax compliance.
b.
Implementasi AEoI melalui kerangka kerja
berdasarkan FATCA Model 1 Inter Governmental Agreements (Model 1 IGA), dalam dokumen yang berjudul "Standard for
Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters
", termasuk didalamnya yaitu :
(1) Model
CAA (Competent
Authority Agreement) yang mendefinisikan prinsip dari perjanjian
antar pemerintah AEOI,
(2) The Common Reporting & due diligence Standard (CRS) yang mendefinisikan kewajiban pelaporan
atas due diligence.
c.
AEoI bersifat self-executing treaty atau
dapat langsung berlaku tanpa memerlukan ratifikasi.
d.
AEoI mensyaratkan perlunya kelengkapan
peraturan domestik untuk mengimplementasikan standar pertukaran informasi
secara otomatis di bidang perpajakan.
e.
PMK-125/2015 sebagai ketentuan internal
prosedural dalam mengimplementasikan perjanjian pertukaran informasi secara
otomatis sebagaimana yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia dalam IGA
Model 1B dan MCAA.
f.
Ketentuan internal prosedural lainnya
yang diterbitkan oleh otoritas terkait yang berwenang dalam pelaksanaan
pertukaran informasi secara otomatis hendaknya selaras dengan PMK-125/2015.
DAFTAR
PUSTAKA
OECD Center for Tax
Policy and Administration. 2013. Automatic Exchange of Information: The Next
Step (Information Brief). (online),
(http://www.oecd.org/Automatic-Exchange-of-Information.pdf, diunduh 25 April
2016).
OECD Center for Tax
Policy and Administration. 2016. Global
Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purpose : Automatic
Exchange of Information. (online), (http://www.oecd.org/tax/transparency/automatic-exchange-of-information.pdf,
diunduh 25 April 2016).
OECD Center for Tax
Policy and Administration. 2016. Global
Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purpose : AEOI Status
of Commitments. (online), (http://www.oecd.org/tax/transparency/AEOI-commitments.pdf,
diunduh 25 April 2016).
OECD Center for Tax
Policy and Administration. 2015. Standard
for Automatic Exchange of Financial Account Information. (online), (http://www.oecd.org/ctp/standard-for-automatic-exchange-of-financial-account-information.pdf,
diunduh 25 April 2016).
HMRC. 2015. Implementing Agreements under the Global
Standard on Automatic Exchange of Information to Improve International Tax Compliance.
(online), (https://www.gov.uk/government/consultations/implementing‐agreementsunder‐the global‐standard‐on‐automatic‐exchange‐of‐information, diunduh 25
April 2016).
BNP Paribas. 2015. Automatic Exchange of Information
(AEOI), (online), (http://www.securities.bnpparibas.com/BP2S-AEOI-Reg-memo-(FINAL SCREEN).pdf, diunduh 25 April 2016).
(AEOI), (online), (http://www.securities.bnpparibas.com/BP2S-AEOI-Reg-memo-(FINAL SCREEN).pdf, diunduh 25 April 2016).
KPMG Internasional.
2014. Automatic Exchange of Information-The
Common Reporting Standard. (online), (http://www.kpmg.com/the-common-reporting-standard.pdf,
diunduh 25 April 2016).
Pribadi, Gunawan dan
Putu Oka Kusumawardani, Pande. 2013. Penerapan
FATCA di Indonesia, (online), (http://www.kemenkeu.go.id/2013/2013-kajian-pkpn-FATCA-publikasi.pdf
, diunduh 25 April 2016).
Prastowo, Yustinus.
2016. Perpajakan Tahun 2016. (online),
(http://www.ikipbandung.com/perpajakan-tahun-2016-file.pdf,
diunduh 25 April 2016).
Sholikah, Binti. 2015. OJK Buat Juklak Pertukaran Data.
(online), (http://www.perpustakaan.bappenas.go.id/155838-[_Konten_]-OJK-Rep0001.pdf,
diunduh 25 April 2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar